Kota Semarang (Humas) – Siang itu, cahaya matahari menembus lembut melalui kaca jendela aula Kantor Kementerian Agama Kota Semarang. Deretan kursi tertata rapi, sementara di meja registrasi, lembar absensi dan kotak-kotak snack telah disiapkan, menanti kedatangan para peserta. Satu per satu, para penyuluh agama, baik fungsional maupun berstatus PPPK, mengisi daftar hadir, menyalami rekan sejawat, lalu duduk di kursi yang telah disediakan, Rabu (13/8/2025).
Pertemuan dibuka oleh Plt. Kasi Bimas Islam, Tantowi Jauhari. Dengan gaya santai namun langsung mengarah ke substansi. Ia menyinggung dinamika jumlah pegawai di Kantor Urusan Agama (KUA). “Dulu, pegawai KUA hanya tiga atau empat orang. Sekarang bisa sepuluh. Lalu mau diberi tugas apa? Ini yang sering saya diskusikan dengan Pak Kasubag TU,” ujarnya, disambut senyum dan anggukan dari sejumlah peserta.
Saat Kepala Kemenag Kota Semarang, Muhtasit naik ke podium, suasana bergeser menjadi lebih seriu, meski sesekali dibalut gelak tawa yang mencairkan suasana. Dengan suara mantap dan intonasi penuh penekanan, ia menyampaikan pesan yang tegas. “Ketua Pokjaluh wajib hafal jumlah anggotanya dan memahami data para penyuluh, baik yang fungsional maupun PPPK. Kalian wajib memberikan penyuluhan!” katanya sambil menyapu pandangan ke seluruh penjuru aula.
Muhtasit kemudian memberi arahan yang konkret dan aplikatif. “Tolong, Pak Khoiron dan Pak Malik, susun mekanisme pelatihan agar para penyuluh bisa membaca Al-Qur’an dengan fasih dan mampu mengajarkannya. Gunakan rumah dinas Kepala Kemenag untuk kegiatan. Ada tiga kamar, satu untuk saya, dua lainnya silakan digunakan oleh Forum Komunikasi Pondok Pesantren,” ujarnya.
Namun, kalimat yang paling menggugah perhatian justru muncul menjelang akhir sambutannya.
“Penyuluh wajib menjadi dai kampung, tapi jangan jadi kampungan. Kuasai dalil dari Al-Qur’an dan hadis, pahami kisah-kisah kenabian, sejarah hari besar Islam, dan kemas tema kebangsaan dalam bahasa agama,” tegasnya, mengunci pesan dengan kuat.
Sesi dilanjutkan dengan diskusi interaktif yang dipandu oleh Kasubag TU, Dony Harahap, didampingi Samsuddin dari Seksi Bimas Islam. Forum tersebut menjadi wadah berbagi pengalaman para penyuluh, dari tantangan mengajak warga ke majelis taklim, strategi mengemas dakwah agar mudah diterima masyarakat, hingga dinamika yang dihadapi di lingkungan kerja.
Menjelang tengah hari, forum pun ditutup. Namun pesan yang tertinggal begitu kuat yakni, penyuluh agama bukan sekadar pengisi mimbar, mereka adalah penggerak yang harus peka membaca zaman, fasih mengajar ilmu, membimbing dengan keteladanan, dan menggerakkan masyarakat dengan semangat yang tidak pernah padam.
Dari aula Kemenag Kota Semarang, komitmen itu kembali diteguhkan.(Pram/Nba)