Kota Semarang (Humas) – Rabu pagi yang teduh (133/8/2025), aula Kementerian Agama Kota Semarang dipenuhi suara diskusi hangat. Puluhan penyuluh agama, baik PNS maupun PPPK, duduk rapi menyimak paparan para narasumber. Di hadapan mereka, Plt. Kasi Bimas Islam, H. Tantowi Jauhari, melontarkan sebuah pertanyaan sederhana namun menggelitik. “Kalau kita masuk ke masjid atau musala, buku apa yang biasanya ada?” ujarnya.
Hampir seluruh peserta memberikan jawaban serupa bahwa Al-Qur’an, Yasin, dan mungkin beberapa buku doa. Tantowi mengangguk, lalu menimpali hal tersebut nyaris tak ditemukan pada fenomena saat ini. “Sayangnya, itu pun kini jarang dibaca.”
Pertanyaan tersebut menjadi pengantar kegiatan bertema Pembinaan Pustaka Keagamaan Islam yang digelar pada hari itu. Tujuannya jelas namun menantang yakni, menghidupkan kembali tradisi membaca di rumah ibadah. Bukan sekadar menyediakan buku-buku yang layak, tetapi juga menciptakan suasana yang mendorong jamaah untuk membuka dan menekuni halaman demi halaman.
Menurut Tantowi, pustaka masjid selama ini cenderung bersifat statis. Rak buku di pojok ruang ibadah sering hanya menjadi pajangan, kalah bersaing dengan gawai yang memikat perhatian jamaah. “Padahal, masjid dan musala bisa menjadi pusat literasi masyarakat. Koleksi buku tidak harus melulu kitab, tetapi juga bisa berupa biografi tokoh Islam, buku anak, hingga literatur motivasi,” ujarnya.
Para penyuluh yang hadir diharapkan dapat menjadi motor penggerak di lapangan. Mereka diminta tak hanya mengisi rak pustaka, tetapi juga menggagas beragam kegiatan literasi, seperti membaca bersama selepas salat, bedah buku mingguan, atau menyediakan sudut baca yang nyaman di serambi masjid.
Menghidupkan literasi di masjid memang bukan perkara mudah. Namun, Tantowi optimistis, jika dilakukan secara konsisten, buku-buku di sudut rumah ibadah akan kembali disentuh. Dari sana, halaman demi halaman akan membuka cakrawala pengetahuan umat, satu bacaan demi satu bacaan.(Pram/Nba)