Semarang, Selasa (12/4/2022) Khoiruddin Zuhri Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Candisari memberikan tausiyah singkat di Mushala Al Ikhlas Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota Semarang kepada jamaah shalat dhuhur.
Dalam tausiyahnya ia mengambil tema ciri-ciri istri shalihah. “Dalam salah satu hadis dijelaskan ada 4 ciri istri shalihah yaitu, apabila dilihat suaminya menyenangkan, patuh atau taat kepada perintah suami, saat suaminya jauh bisa menjaga harta suami dan selalu menjaga kehormatannya,” tuturnya.
“Kewajiban ini tentunya harus dibarengi dengan kewajiban suami terhadap istri, atau pemenuhan hak istri atas suami, saling take end give,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menerangkan satu per satu ciri istri shalihah.
Pertama, istri shalihah adalah istri yang bila dilihat oleh suaminya terlihat menyenangkan. “Menyenangkan suami sifatnya subjektif, setiap suami memiliki kriteria tersendiri tampilan menyenangkan seperti apa yang ia sukai, oleh karena itu perlu ada komunikasi antar suami-istri, seperti apakah kriteria istri yang menyenangkan menurut suaminya,” terangnya.
“Misal, saya suka seorang istri yang akalau saya pulang kerja, ia sudah menyiapkan secangkir kopi, atau ada pula seorang suami yang suka jika dia pulang ke rumah, maka disambut istrinya yang sudah berdandan nerok-nerok,” tuturnya sambil berkelakar.
“Hal ini perlu diimbangi dengan suami yang menyenangkan pula terhadap istrinya, baik dalam sikap atau perbuatan maupun perkataan, dan hal-hal lainnya,” imbuhnya.
Kedua, istri shalihah adalah istri yang taat kepada perintah suami. “Perintah disini maksudnya, perintah yang tidak menuju kemaksiaatan atau mengingkari Allah, yaitu tentunya perintah-perintah yang baik,” jelasnya.
Ketiga, istri shalihah adalah istri yang dapat menjaga harta suaminya, ketika suaminya jauh. “Jadi jika ditiggal pergi suami, seorang istri yang shalihah adalah tidak boros, jangan malah meloakkan barang-barang milik suaminya,” ucapnya yang disambut tawa oleh jamaah.
Keempat, istri shalihah adalah istri yang selalu menjaga kehormatannya dimanapun dia berada.
“Sedangkan bagi istri yang nusyuz atau yang memiliki indikasi akan melakukan kedurhakaan terhadap suami, maka dalam Islam, suami diperkenankan untuk memberikan pelajaran,” ungkapnya.
Ia pun menerangkan tahapan bagi suami untuk memberikan pendidikan kepada seorang istri yang telah melakukan nusyuz atau tidak patuh pada suami.
“Bagi istri yang tidak patuh, pertama berikan dia peringatan atau teguran, ingatkan dia untuk bertakwa kepada Allah. Jika hal ini masih belum mempan, maka pisah ranjanglah dengannya, tetapi masih dalam satu rumah,” pesannya.
“Jika sudah diingatkan, sudah pisah ranjang, kok istri masih saja nusyuz, maka diamkan dia. Mendiamkan hanya dilakukan di dalam kamar, tujuannya adalah guna menjaga psikologi anak, jangan sampai anak-anak tahu bahwa kedua orang tuanya sedang berselisih,” lanjutnya.
“Seorang istri yang peka, jika dia didiamkan oleh suaminya, maka ia akan sadar bahwa dirinya telah berbuat kesalahan, dan akan segera memperbaiki diri,” katanya.
“Yang terakhir, jika ketiga upaya sebelumnya masih tidak berhasil, maka pukullah dia dengan cara yang baik, yaitu yang tidak melukai, dan hanya berniat untuk memberi peringatan saja,” tandasnya.
Penyampaian tausiyah yang dibawakannya secara singkat, santai dan dengan bahasa yang ringan, cukup menarik perhatian jamaah.
“Tema yang diangkat Pak Khoiruddin menarik, penyampaiannya pun unik, sehingga para jamaah yang mendengarkan tidak hanya beroleh ilmu tetapi juga terhibur. Saya lihat ibu-ibu yang mendengarkan juga ikut tertawa mendengan penuturan Pak Khoruddin,” terang Abdul Ghafur salah satu jamaah shalat dhuhur yang ikut dalam kajian tersebut.
Hal serupa juga diungkapkan Sugiarti, guru MIN Kota Semarang yang kebetulan ikut berjamaah shalat dhuhur di mushala setempat dan ikut mendengarkan tausiyah.(NBA)