Semarang, Kamis (7/4/2022) pada putaran keempat bertempat di MushalaAl-Ikhlas Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota Semarang, kajian kitab ‘Uqudullijain diisi oleh Kepala KUA Kecamatan Genuk, Mustaghfirin. Melanjutkan kajian sebelumnya, ia menyampaikan materi yang terdapat pada halaman tujuh kitab Syarah ‘Uqudullijain yang berkenaan dengan hikayat orang-orang sholih terdahulu yang senang berkunjung kepada teman-temannya.
“Inti dari hikayat tersebut adalah seorang suami yang sabar atas perlakukan buruk istrinya akan diberi kemudahan oleh Allah SWT., sebaliknya jika suami sudah cukup nyaman dengan keadaan baik dari istrinya, bisa jadi Allah akan mencabut kemudahan-kemudahan itu,” tutur Mustaghfirin.
“Pada halaman 8 kitab tersebut menyajikan tentang alasan-alasan suami diperkenankan memberikan punishmen atau hukuman kepada istri agar jera, dalam bahasa kita disebut memukul, tetapi diisyaratkan pemukulan itu tidak mengenai wajah atau bagian tubuh yang sensitif,” terangnya.
“Apa saja alasan seorang suami diperkenankan untuk memberikan hukuman kepada istri dengan tujuan agar ia jera, yaitu istri tidak mempercantik diri ketika suami menginginkannya, istri yang menolak untuk diajak berhubungan, istri keluar rumah tanpa ijin suami, istri suka memukul anak kecil ketika menangis, istri yang suka menghina orang lain, istri yang ceroboh sehingga sering merusak baju suaminya, serta istri yang suka menghina suaminya dengan mengatakan ah atau wahai keledai, wahai pander atau panggilan buruk lainnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Mustaghfirin menjelaskan beberapa tugas suami kepada istri.
Pertama, menasihati, memerintah, mengingatkan kepada kebaikan, dan menyayangi.
“Dalam sebuah hadis disebutkan Allah menyayangi suami yang senantiasa memberikan nasihat dengan mengatakan : Keluargaku tersayang, jaga sholatmu, jaga puasamu, jaga zakatmu, sayangi orang miskin, anak yatim, sayangi tetanggamu semoga Allah mengumpulkanmu bersama mereka di surga,” kata Mustaghfrin.
Kedua, memberi nafkah sesuai dengan kemampuan.
Ketiga, mau menanggung beban istrinya dan rela bersabar ketika istri marah.
Keempat, bersifat lembut kapada istri.
Kelima, membimbingnya ke jalan kebaikan.
Keenam, mengajarkan ilmu agama yang dibutuhkan seperti hukum bersuci, haid, dan ibadah-badah yang lainnya.
Mustaghfirin menndaskan agar dapat terwujud hubungan yang harmonis antara suami istri, diperlukan keseimbangan dan masing-masing diimbau untuk mengambil perannya, sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan.
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam agama Islam, seorang suami diperkenankan memberikan hukuman kepada istri apabila dia sudah melakukan tugas-tugasnya sebagi seorang suami dengan baik. Maka yang perlu dilakukan pertama oleh seorang suami adalah memperbaiki diri, kemudian memberikan pendidikan dan membimbing istrinya kepada kebaikan, melalui menasihati, mengingatkan dan menyanyangi. Barulah jika suami sudah melakukan hal-hal tersebut tetapi istri tidak mematuhinya, maka ia diperkenankan untuk memberikan hukuman sesuai dengan syariat Islam, dan akan lebih baik lagi jika ia bersabar akan keburukan istrinya.(Mustaghfirin/Dintha/NBA)