Semarang, 11 Agustus 2016 – Penyuluh Agama yang merupakan elemen yang bersentuhan langsung dengan masyarakat diharapkan dapat dilibatkan dalam penanganan konflik di masyarakat, demikian saran dari wakil ketua FKUB Kota Semarang yang sekaligus sebagai Ketua Pokja Penyuluh Agama Kota Semarang, Syarif Hidayatullah, S.Ag, M.Si, dalam Rapat Koordinasi pembentukan Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial (TTPKN) di Mapolrestabes.
Rapat yang dipimpin oleh Kasat Intelkam Polrestabes Semarang, Kompol Venti Musak, SH, M.IK itu dilatarbelakangi oleh beberapa peristiwa tindak intoleransi di Tanjung Balai (29/7) dan Pengrusakan patung Yesus dan Bunda Maria di Klaten (9/8) itu jangan sampai berimbas di Kota Semarang.
Rapat yang dihadiri oleh beberapa unsur masyarkat seperti FKUB, MUI, PGKS, Vikep, PHDI, Walubi, Matakin, dan perwakilan Penghayat Kepercayaan, Kesbangpol, Kodim, BIN serta Kemenag Kota Semarang itu ingin membentuk sebuah Tim Terpadu yang diharapkan mampu secara cepat menangani konflik yang sewaktu-waktu dapat muncul di masyarakat.
Konflik tersebut dapat muncul bersumber dari permasalahan yang terkait dengan poleksosbud, perseteruan antar-umat beragama dan atau inter umat beragama, antar suku/etnis, sengketa batas wilayah desa, kab/kota dan atau propinsi, sengketa sumber daya alam antar masyarakat dan atau antar masyarakat dengan pelaku usaha, dan sengketa sumber daya alam yang tidak seimbang dalam masyarakat, sebagaimana yang tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Pembentukan TTPKN yang digagas oleh Kasat Intelkam ini sebenarnya diharapkan mampu mengantisipasi, mencegah, mengatasi dan menangani konflik sosial di Kota Semarang yang bisa saja muncul dari permasalahannya yang ada seperti Protes dari Kelompok Garis Keras atas penyelenggaraan Perayaan Asyuro oleh Kelompok Syiah, keberadaan Syiah dan Ahmadiyah, adanya wacana legitimasi agama Yahudi, safari Ramadlan ibu Shinta Nuriyah, pemikiran ormas HTI tentang Khilafah, munculnya faham komunis, sengketa PT. KAI dengan warga kebonharjo, dan sengketa lainnya.
Adanya konsep Tim Terpadu dari unsur pemerintah dan unsur masyarakat menjadi catatan dalam rapat ini, sebagaimana acuan dalam Permendagri No. 42 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Koordinasi Penanganan Konflik Sosial.
Dengan adanya tim ini perseteruan dan atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidaknyamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional dapat dideteksi sedini mungkin. (syarif/foto: syarif)