
Kota Semarang (Hunas) – Pagi itu, halaman Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Semarang terasa lebih hangat dari biasanya.
Senin (21/7/2025), Apel rutin yang biasanya hanya diikuti para Aparatur Sipil Negara di lingkungan setempat, mendadak tampak lebih berwarna. Di antara barisan pegawai, berdiri puluhan ustadz dan ustadzah dari berbagai Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (LPQ) di Kota Semarang.
Mereka datang bukan sebagai penonton, tetapi sebagai tamu utama dalam kolaborasi kecil yang menyimpan makna besar, penyerahan bantuan sembako bagi para guru ngaji akar rumput, hasil sinergi antara Kemenag Kota Semarang dan Rumah Zakat.
“Ini bukan sekadar bantuan logistik. Ini bentuk penghormatan kita kepada mereka yang setiap hari mencetak generasi Qur’ani, kadang dalam sunyi dan keterbatasan,” ujar Cholidah Hanum, Penyelenggara Zakat dan Wakaf Kankemenag Kota Semarang, yang pagi itu bertindak sebagai Pembina Apel.
Sebanyak 25 ustadz dan ustadzah dari 15 LPQ menerima bantuan secara simbolis.
Tidak mewah, hanya sembako, tapi hadir dalam momen yang memberi mereka panggung dan pengakuan.
Hanum menyebut kolaborasi ini sebagai upaya memperkuat ekosistem pendidikan keagamaan nonformal di tengah kota. “Kami berharap kedepan jangkauannya lebih luas, jumlah penerimanya lebih banyak, dan yang terpenting, terus berkelanjutan,” ujarnya penuh harap.
Bukan Sekadar Apresiasi
Pendidikan Al-Qur’an di tingkat TPQ selama ini masih bertumpu pada semangat para relawan. Honor yang tak seberapa, fasilitas yang terbatas, dan minimnya perhatian dari negara, membuat profesi ini kerap luput dari penghargaan.
“Biasanya kami mengajar lalu pulang. Tak ada yang tahu. Hari ini kami berdiri di halaman kantor Pemerintah, dan itu saja sudah luar biasa,” kata salah satu ustadzah penerima bantuan dengan mata berkaca-kaca.
Membangun dari Bawah
Di akhir acara, para ustadz dan ustadzah menerima paket sembako secara simbolis, lalu berfoto bersama. Tak ada panggung mewah atau musik latar, hanya senyum-senyum tulus yang mengisi halaman kantor itu. Namun dibalik kesederhanaannya, momen itu menyimpan harapan bahwa negara dan lembaga sosial bisa menjalin sinergi yang nyata, menyentuh akar masyarakat secara langsung. Bahwa guru-guru ngaji yang selama ini bekerja dalam diam, mulai mendapat ruang di barisan depan. Dan bahwa mungkin saja, cahaya perubahan tak selalu datang dari pusat kota, tapi dari tepian, tempat para pengajar kecil menjaga nyala iman anak-anak bangsa.
Pagi itu bukan hanya tentang sembako. Hanum juga menyelipkan pesan strategis, pentingnya peran nahzir dalam pengelolaan tanah wakaf. Ia menyebut, tanah wakaf tidak boleh dibiarkan pasif. Ia harus dikelola, dikembangkan, dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat.
“Nahzir bukan hanya penjaga, tapi manajer. Mereka memegang amanah yang harus dijalankan dengan integritas dan profesionalisme. Wakaf bisa menjadi kekuatan ekonomi jika dikelola secara produktif,” tandasnya.(Pram/Nba)