
Kota Semarang (Humas) – Dalam upaya melaksanakan program inovasi Kankemenag Kota Semarang “Klangenan” (Kemenag Peduli Pangan dan Lingkungan), penyuluh agama Islam yang tergabung dalam wadah Kelompok Kerja Penyuluh (Pokjaluh) melakukan studi tiru ke Desa Janggan Kab. Magetan Jawa Timur, Sabtu (15/2/2025).
“Karena ingin serius mensukseskan Klangenan, para penyuluh berangkat Ke Desa Janggalan di wilayah Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan Jawa Timur, dengan tujuan menambah wawasan dan belajar dari sumbernya mengenai ketahanan pangan dan lingkungan,” tutur Rahmat Hidayat, Ketua Pokjaluh Kankemenag Kota Semarang.
“Lokasi ini kami pilih berdasarkan informasi dari Mas Syarif Hidayatullah, salah satu penyuluh kita, yang mengatakan ada banyak keunggulan dan penghargaan yang diperoleh desa ini terkait ketahanan pangan dan lingkungan,” imbuhnya.
Desa Janggan terletak di kaki Gunung Lawu, selain indah panoramanya, juga memiliki banyak keunggulan dan keunikan yang menunjang progres dan ide bagi para penyuluh agama di bidang pemberdayaan ekonomi, pelestarian lingkungan, pendampingan kelompok rentan, dan kesehatan masyarakat.
Kegiatan studi tiru yang dilaksanakan di Balai Desa ini disambut hangat dan senang oleh Bapak Hariyadi selaku Kepala Desa. “Alhamdulillah, saya sangat senang sekaligus getun mengapa hanya sebentar saja berkunjungnya? Saya itu mengharapkan agar bisa sehari lagi sambil nginep agar bisa saya ajak berkunjung keliling melihat berbagai keunggulan di desa kami, seperti inovasi greenhouse, bengkel ternak, selantang dan lainnya,” beber Hariyadi.
Selain itu, para penyuluh juga dipertemukan langsung dengan seorang petani muda yang menjadi inovator di desa tersebut yaitu Suratno alias Gandul. Ia bercerita upaya yang dilakukannya sehingga memperoleh penghargaan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Lingkungan. “Saya seorang petani yang dilahirkan di desa ini. Bapak saya juga petani. Saya merasa terpanggil untuk memanfaatkan 70% lahan non produktif yang di desa ini, yakni lahan yang sulit untuk ditanami oleh tanaman pertanian, seperti sayuran dan buah,” paparnya.
Singkatnya, selama kurang lebih dua tahun, Suratno mengolah lahan tersebut menjadi kebun cabe, bahkan ia mampu memanem cabe lebih dari 30 kali dalam satu tahun. “Alhamdulillah, saya bisa memanen 5-7 hari sekali dari cabe sebanyak 30-40 kg dan tidak berhenti selama setahun,” terang Suratno yang juga menjabat sebagao Ketua Karangtaruna.
Sebenarnya masih banyak keunggulan lainnya yang perlu dieksplor, namun karena keterbatasan waktu, sehingga para penyuluh harus kembali ke Semarang.
“Masih banyak yang perlu digali dari desa ini, seperti bagaimana memberdayakan ekonomi dari hasil ternak. Jumlah ternak sapi disini sebanyak 2.500 ekor atau lebih banyak dari jumlah warga yang hanya 900 KK, ada bengkel ternak juga yang menangani sapi-sapi yang cacat sehingga bisa sembuh, besar dan sehat. Ada pula program Selantang yaitu, Sekolah Lanjut Usia Tangguh, dan sebagainya,” ujar Ricky Wasito, Waka Pokjaluh Kemenag Kota Semarang.
“Semoga apa yang sudah kami dapat ini segera dapat menambah motivasi dan munculnya ide kreatif lainnya demi suksesnya program Klangenan,” pungkasnya
(Sy/Nba)