Semarang—Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yaitu sebuah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Keempat tujuan tersebut di atas tidak perlu dicapai secara khusus atau terpisah atau dengan kata lain instansi pemerintah tidak harus merancang secara khusus pengendalian untuk mencapai satu tujuan. Suatu kebijakan atau prosedur dapat saja dikembangkan untuk dapat mencapai lebih dari satu tujuan pengendalian. Sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008, SPIP terdiri dari lima unsur, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan pengendalian intern
Paparan tersebut disampaikan oleh Achmad Gufron selaku perwakilan Kepala Biro Organisasi dan Tata Laksana (Ortala) Kemenag RI pada pembukaan kegiatan Sosialisasi Implementasi SPIP dan Aplikasi SIMPI (Sistem Informasi Manajemen Pengendalian Intern) yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama RI melalui Biro Ortala secara daring, Rabu (2/2).
Kegiatan ini diperuntukkan bagi operator SIMPI pada Kementerian Agama se-Indonesia, tak terkecuali Andina Kartika Sari selaku operator SIMPI pada Kankemenag Kota Semarang.
Menurut Gufron, sebagai bentuk tindak lanjut dari PP Nomor 60 Tahun 2008, Kemenag telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 580 Tahun 2019 tentang pedoman pelaksanaan SPIP.
Gufron menuturkan bahwa KMA Nomor 580 Tahun 2019 menjadi pedoman dalam pelaksanaan SPIP bagi seluruh satuan kerja (satker) secara efektif termasuk di unit pelaksana teknis (UPT). “Berdasarkan KMA Nomor 580 Tahun 2019 seluruh satker/UPT Kemenag wajib melaksanakan SPIP sesuai dengan lingkup dan fungsinya, serta pimpinan wajib membentuk satuan tugas (satgas) SPIP. Hal ini dengan maksud untuk memudahkan dalam implementasi SPIP. Kemenag juga sudah menerbitkan aplikasi SIMPI sebagai instrumen dalam rangka memudahkan penerapan SPIP.
Joko Sutarjo selaku narasumber dalam kegiatan tersebut mengatakan sistem pengendalian intern sangat bergantung dari peran pemilik risiko, satgas SPIP dan APIP (Aparat Pengawas Intern Pemerintah). Menurutnya kunci keberhasilan pengendalian pada tingkat teknis operasional satker ada pada pemiliki risiko, sedangkan satgas berfungsi memonitor pengendalian yang dilakukan oleh pemilik risko untuk memperkuat pengendalian intern satker. Sedangkan APIP yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Itjen Kemenag bertugas memonitor pengendalian yang dilakukan oleh satgas.
“Meskipun Menag telah menerbitkan KMA Nomor 580 Tahun 2019 sebagai tindak lanjut PP Nomor 60 Tahun 2008, namun faktanya masih ada satker yang belum melaksanakan KMA tersebut. Kemenag adalah instansi vertikal yang memiliki banyak satker sampai tingkat daerah sehingga memerlukan pembentukan satgas yang cukup banyak, sedangkan anggaran yang tersedia juga tidak mendukung sepenuhnya aktivitas SPIP dan keterbatasan SDM pengelola SPIP juga masih minim. Ini menjadikan tantangan tersendiri untuk Kemenag,” ucap Joko.
Pada bagian lain, Joko menjelaskan tahapan-tahapan dalam pelaksanaa SPIP yaitu dimulai dari persiapan, pelaksanaan, rencana tindak pengendalian, tahap implementasi dalam bentuk pembangunan infrastruktur, tahapan komunikasi dan pemantauan dengan evaluasi berupa skor maturitas SPIP. “Prinsip pelaksanaan SPIP meliputi kepatuhan terhadap regulasi, berorientasi jangka panjang dan dilaksanakan secara berimbang. Kami akan melaksanakan evaluasi pada September mendatang,” imbuh Joko.(Dina/NBA)