
Kota Semarang (Humas) – Manusia adalah makhluk sosial, yang memiliki kecenderungan ingin hidup berdampingan dengan penuh rasa aman dan nyaman. Salah satu bukti adalah antusiasme warga Kelurahan Jatingaleh Kecamatan Candisari saat mendengarkan penyuluhan tentang kerukunan umat beragama yang diberikan oleh Syarif Hidayatullah, Penyuluh Agama Islam Kankemenag Kota Semarang. “Warga tidak beranjak dari tempat duduknya saat mendengarkan penjelas Pak Syarif,” kata Herlijanto selaku moderator pada acara tersebut yang digelar di Balai Kelurahan, Minggu (27/04/2025).
“Baru kali ini, warga yang hadir tidak beranjak dari tempat duduk sampai jam sembilan malam lebih, dan penuh antusias mengajukan pertanyaan kepada narasumber, jika tidak dibatasi bisa sampai subuh,” imbuh Herli.
Kegiatan itu dihadiri 50 warga setenpat yang terdiri dari Ketua RW dan RT, serta tokoh masyarakat dan tokoh agama se-Kelurahan Jatingaleh.
Pada bagian lain, Sudiro selaku Ketua LPMK menerangkan, kegiatan tersebut terinspirasi dari kegiatan dialog tentang Kampung Moderasi Beragama yang dilakanakan oleh Kemenag Kota Semarang pada November tahun lalu di Vihara Tanah Putih Semarang.
Pernyataan ini pun diamini juga oleh Syarif. Selaku narasumber, dirinya tidak menyangka kegiatan ini begitu menarik minat kehadiran dan antusiasme warga. “Saya tidak menyangka, warga sangat antusias dengan sosialisasi ini. Mungkin dikarenakan materinya terkait panduan kerukunan hidup umat beragama yang oleh warga menjadi solusi dalam menghindari gesekan akibat perbedaan agama dan keyakinan ditengah masyarakat,” ujarnya.
“Beberapa poin yang dapat mencegah gesekan tersebut diantaranya tentang ucapan salam, penyiaran agama, bantuan sosial, perijinan rumah ibadah, doa bersama, dan penguburan atau pemakaman,” sambungnya.
Penyuluh Agama yang bertugas pada Kecamatan Candisari itu merasa senang, karena buku panduan yang diterbitkan oleh FKUB Kota Semarang sejak 2014 sebagai salah satu bahan refernsinya dalam menyampaikan penyuluhan, ternyata masih relevan. “Wah, ternyata meskipun sudah masuk cetakan ke-10 tetap saja buku ini masih dibutuhkan oleh masyarakat,” ungkapnya.
Suprapto selaku perangkat kelurahan memberikan komentar, poin-poin tersebut memang sangat solutif dalam mencegah potensi konflik yang sering terjadi di masyarakat. “Jujur, sebenarnya banyak problem terkait penggunaan speaker, bantuan sembako, pemakaman dan doa, serta pengucapan salam yang bisa membuat disharmoni di masyarakat jika tidak segera diantisipasi,” ungkapnya.
Dalam kegiatan itu, salah seorang warga berharap, adanya versi digital panduan atau produk apa pun terkait KUB, sehingga lebih memberikan dampak kepada masyarakat secara luas. “Saya berharap ada versi digitalnya biar selalu bisa segera terbaca sebagai langkah untuk atasi konflik bernuansa keagamaan,” imbaunyaa.(Sy/Nba)