Semarang, Dalam rangka mewujudkan Satuan Pendidikan Ramah Anak (SRA), Pengawas Madrasah di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) Kota Semarang mengikuti sosialisasi standarisasi SRA secara daring yang diselenggarakan oleh Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Jumat (28/10/2022).
Kegiatan dibuka oleh Plt. Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak. Dalam sosialisasi, Plt. Asdep Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan didapuk untuk menyampaikan materi Kebijakan Standarisasi SRA, sedangkan Muhammad Bascharul Asana memberikan materi Bimbingan Teknis (Bimtek) Standarisasi SRA. Selain itu, ada pula Mico Wendy yang memperkenalkan aplikasi standarisasi SRA. Kegiatan berlangsung kurang lebih selama 3 jam.
Selepas mengikuti kegiatan, Mafruhatun, salah satu pengawas madrasah Kemenag Kota Semarang menuturkan hasil sosialisasi. “SRA adalah satuan pendidikan formal, informal, dan nonformal yang mampu memberikan pemenuhan hak anak termasuk mekanisme pengaduan untuk kasus yang terjadi di satuan pendidikan,” ujarnya.
“SRA merupakan salah satu upaya mendukung perlindungan anak menuju Indonesia Layak Anak (Idola) 2030. SRA bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak anak di satuan pendidikan. SRA telah diinisiasi sejak 2015, dan saat ini sudah ada 69.178 SRA. Untuk menjamin kualitas dan sebagai sarana monev (monitoring dan evaluasi), maka ditetapkanlah standarisasi SRA,” tuturnya.
“Ada beberapa hal yang melatarbelakangi SRA diantaranya, 1/3 waktu anak lebih banyak di sekolah/madrasah, rawannya kondisi sekolah akan kekerasan, radikalisme, bangunan yang tidak layak, dan lain sebagianya. Selain itu juga, kebijakan satuan pendidikan yang berbasis hukuman, dan proses pendisiplinan yang kurang tepat,” imbuhnya.
“Perlindungan anak merupakan kewajiban dan tanggung jawab bersama antara satuan pendidikan, orangtua, dan peserta didik. Melalui SRA, kita diimbau untuk memastikan bahwa anak mengenyam pendidikan selama 12 tahun, memastikan keamanan anak di sekolah/madrasah dari segala kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan salah lainnya, memberikan kesempatan kepada anak untuk berpendapat dan mempertimbangkannya, beristirahat, memanfaatkan waktu luang, menghargai dan mendukung kebudayaan, serta menyusun kurikulum pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan,” terangnya.
Ia menjelaskan, ada 4 konsep yang mendasari SRA. “4 konsep SRA, yang pertama, mengubah paradigma dari pengajar menjadi pembimbing, orang tua dan shabat anak. Kedua, orang dewasa memberikan keteladanan dalam keseharian. Ketiga, memastikan semua orang dewasa dalam satuan pendidikan terlibat penuh dalam melindungan anak. Dan yang keempat, memastikan orang tua dan anak terlibat aktif dalam memenuhi komponen SRA,” ungkapnya.
Ia menuturkan, dengan SRA diharapkan akan terwujud satuan pendidikan yang bersih, aman, ramah, indah, inklusif, sehat, asri, dan nyaman, terbentuknya perilaku pendidik dan tenaga kependidikan yang berspektif anak, serta meningkatkan peserta didik dalam proses pembelajaran dan dalam pengambilan keputusan di selolah/madrasah.
“Kami siap sukseskan SRA, karena ada slogan, jika Anak Terlindungi maka Indonesia Maju. Mari maju bersama, semangat bangun SRA, guna wujudkan generasi penerus bangsa yang lebih baik,” ajaknya.
Kegiatan tersebut diikuti pula oleh jajaran Dinas Pendidikan dan Dinas PPPA baik tingkat provinsi maupun kota, serta satuan tugas KLA tingkat kota.(Atun/NBA)