Semarang, Mengenakan pakaian adat tak menjadi penghalang bagi para petugas upacara dalam melaksanakan tugas. Hal ini diungkapkan oleh Sri Yunianto Anwar selaku pemimpin upacara, Rabu (17/8/2022) selepas menjalankan tugas sebagai pemimpin upacara dalam gelaran upacara bendera dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) RI ke-77 tingkat Kantor Kementerian Agama Kota Semarang. “Saya sengaja memilih baju sakera asal Madura, karena melambangkan ketegasan dan keberanian,” tuturnya.”
“Baju sakera terdiri dari baju hitam yang disebut pesa’an, celana hitam longgar yang disebut gomboran, kaos garis-garis merah putih. Sebenarnya pelengkapnya adalah tutup kepala, sarung dan ikat pinggang. Tapi kali ini saya tidak menggunakan sarung, karena takutnya mengganggu gerakan saya,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga menerangkan makna dari pakaian yang dikenakannya. “Baju sakera biasa dipakai tukang sate asal Madura, tapi bukan sekedar baju adat, baju sakera melambangkan banyak nilai-nilai positif. Warna hitam melambangkan sikap gagah dan pantang menyerah, khas karakter orang Madura. Baju yang longgar melambangkan kebebasan dan keterbukaan orang Madura. Kaos motif bergaris merah putih memperlihatkan sikap tegas, semangat juang yang tinggi dalam menghadapi berbagai tantatangan,” terangnya.
Petugas dan peserta upacara lainnya juga nampak mengenakan beberapa baju adat, seperti pakaian gagrak Semarangan yang dikenakan Rachmad Pamudji selaku inspektur upacara, pakaian adat Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dikenakan Sriwahyuningsih sang petugas pembaca Nilai Budaya Kerja Kemenag dan slogan Kemenag Kota Semarang, baju adat Sumatera Utara yang dikenakan Ribkah Pandiangan Penyelenggara Kristen, baju adat betawi yang dikenakan Abdur Rozaq pegawai Seksi Bimbingan Masyarakat Islam, pakaian adat melayu yang dikenakan oleh Arya Maulana, Oktanto Adi Murtono, dan Rahmat Hidayat selaku petugas upacara, baju sapei sapaq asal Kalimantan Utara yang dikenakan Pudjiastuti penyuluh agama Kristen, baju bodo Sulawesi Selatan yang dikenakan Sari Luthfiyah penyuluh agama Islam, baju ngembe Sulawesi Selatan yang dikenakan oleh Umi Samsiyah pegawai KUA Kecamatan Semarang Selatan, baju adat Palembang yang dikenakan Nova Budi Aristin pegawai Sub Bagian Tata Usaha, baju lurik Jawa yang dikenakan oleh Darmini penyuluh agama Kristen, baju surjan Yogyakarta dan aneka beskap Jawa Tengah yang banyak dikenakan oleh peserta upacara pria, serta kebaya modern yang dikenakan sebagian besar peserta upacara putri.
Hari itu, halaman Kankemenag Kota Semarang nampak penuh aneka warna. “Kegiatan upacara ini layaknya miniatur suku bangsa di Indonesia. Warna-warni busana yang dikenakan menambah semaraknya pelaksanaan upacara pada hari ini,” tutur Anwar. “Saya yakin, meskipun sedikit ribet, semuanya tetap senang bisa mengenakan baju adat dalam upacara kali ini, karena tidak setiap hari pakaian tersebut dikenakan oleh pegawai,” pungkasnya.(Dintha/Rus/NBA)