
Kota Semarang (Humas) – Ditengah derasnya arus digitalisasi dan riuhnya media sosial, para dai dan tokoh agama tak tinggal diam. Bertempat di Extreme Kuliner Semarang, Jl. Pamularsih No.79 Gisikdrono Semarang, sebuah forum strategis digelar yang diinisiasi oleh Kemenag Kota Semarang, Kamis (24/8/2025).
Pembinaan Dai dan Daiyah Kota Semarang digelar dengan visi, bagaimana dakwah bisa tetap hidup, menyentuh, dan membumi di tengah generasi kekinian yang makin lekat dengan dunia maya.
Acara bertajuk Strategi Dakwah di Era Digital bagi Generasi Kekinian itu diikuti oleh sekitar 65 peserta yang berasal dari berbagai unsur seperti, perwakilan dai/daiyah, Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF) dan PPPK se-Kota Semarang yang tersebar di 16 kecamatan, Pengurus MUI tingkat Kota Semarang dan 16 kecamatan se-Kota Semarang.
Kegiatan ini menjadi titik temu antara tradisi dakwah klasik dan peluang dakwah digital yang dicoba dirumuskan ulang.
H. Muhammad Mudhofi sebagai pemateri utama, menggarisbawahi pentingnya memahami karakter generasi saat ini. “Mereka aktif di berbagai platform media sosial, kreatif, kolaboratif, dan sangat peduli isu sosial maupun lingkungan. Mereka bicara dengan bahasa yang mungkin asing bagi kita, tapi justru itu yang harus kita pelajari,” tuturnya.
Menurut Mudhofi, keberhasilan dakwah tidak lagi hanya ditentukan oleh isi materi, tetapi juga oleh siapa yang menyampaikan, kepada siapa, dengan metode apa, dan melalui media apa. Di sinilah lima pilar dakwah menjadi kunci yaitu, pelaku dakwah, sasaran dakwah, metode, materi, dan media atau wasilah dakwah.
Media dakwah kini tidak terbatas pada mimbar, masjid, atau majelis taklim. Diungkapkannya, instagram, tiktok, podcast, youtube, kesemuanya bisa menjadi ruang dakwah yang sah, selama nilai-nilai Islam disampaikan dengan cara yang bijak, menarik, dan relevan.
Strategi dakwah di era digital, menurut Mudhofi menuntut dai untuk membangun citra personal yang positif, membuat konten kreatif, menggunakan pendekatan visual dan interaktif, serta berjejaring dengan tokoh berpengaruh dan influencer yang memiliki jangkauan luas. “Bukan soal viral semata, tapi soal kebermanfaatan. Kalau ceramah kita bisa ditonton ulang oleh ribuan orang di waktu berbeda, bukankah itu pahala yang terus mengalir?” ujarnya dengan nada mantap.
Di sesi terpisah, KH. Nawawi AT, memberikan pendalaman materi dengan judul, Menjadi Dai di Era Kekinian Menurut Al-Qur’an dan Hadist, dan menekankan tantangan dakwah yang tidak ringan. “Di dunia digital semua orang bisa bicara agama, tapi tak semuanya memiliki kapasitas. Disisi lain, generasi muda kerap terdistraksi oleh hiburan instan dan minim literasi keagamaan yang mendalam. Ada polarisasi umat yang makin tajam di ruang digital. Disaat yang sama, kita kekurangan figur panutan yang kokoh dalam ilmu dan perilaku,” kata Nawawi.
Ia menyoroti pentingnya menanamkan kembali nilai-nilai dakwah Qur’ani yang santun, lembut dan penuh hikmah, sekaligus memperkenalkan metode dakwah yang relevan di era digital, tanpa kehilangan substansi ajaran Islam.
Kegiatan ini dirasa banyak manfaatnya oleh peserta. “Dulu saya berdakwah dari masjid ke masjid, sekarang saya bikin konten di Instagram Reels. Yang penting pesannya sampai, walau medianya berubah,” ujar salah satu dai peserta sambil tersenyum.
“Dakwah kini bukan hanya soal menyuarakan kebenaran dari atas mimbar, tetapi bagaimana menjangkau hati lewat layar, menyapa lewat bahasa generasi, dan hadir dalam dunia yang mereka kenal,” pungkasnya.(Pram/Nba)