Semarang – Direktur Kurikulum, Sarana Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah, Ditjen Pendis Kemenag RI, Isom Yusqi menegaskan, Kurikulum Adaptif/Kurikulum Mandiri Belajar yang terkait dengan Mapel PAI Madrasah dapat disaripatikan/diperes menjadi obat yang manjur untuk situasi dan kondisi keagamaan di Indonesia, baik pemahaman keagamaan, penghayatan keagamaan, maupun kerukunan keagamaan.
Demikian Isom Yusqi, saat membuka dan memberikan arahan pada kegiatan Penyusunan Kurikulum Adaptif Madrasah yang digelar melalui virtual meeting, Rabu (9/3). Penyusunan Kurikulum Adaptif Madrasah difokuskan pada lima (5) Mapel PAI, yakni Qur’an Hadis, Akidah Akhlak, Fikih, SKI, dan Bahasa Arab untuk jenjang Raudatul Athfal (RA), MI, MTs, dan MA.
Tim Penyusunan Kurikulum Adaptif Madrasah yang terdiri dari pejabat di Direktorat KSKK, pengawas madrasah, guru Mapel sesuai jenjang, telah bekerja secara marathon sejak beberapa bulan lalu dan melibatkan tim pakar dan akademisi bidang Mapel dari berbagai perguruan tinggi ternama dan balai diklat keagamaan.
Penyusunan Kurikulum Adaptif Madrasah yang digelar dari pagi sampai sore ini dipandu pejabat dari KSKK Madrasah, yakni Penanggung jawab Pengembangan Sistem Pengembangan Kurikulum PAI dan Bahasa Arab di Madrasah, Imam Bukhori, Penanggung jawab Pengembangan Sistem Pembelajaran dan Penilaian, Suwardi, dan Penanggung jawab Monitoring dan Evaluasi Implementasi Program, Kartini.
Menurut direktur KSKK Isom Yusqi, Kurikulum Adaptif Madrasah atau Kurikulum Mandiri Belajar disaripatikan atau diperas sesuai konteks kekinian. Sehingga materi pembelajaran terjangkau oleh alam pikiran anak-anak dan lebih bermanfaat ke depan. Capaian Pembelajaran yang pokok untuk siswa MI, MTs, dan MA sesuai situasi dan kondisi, serta kebutuhan zaman sekarang.
“Mapel keagamaan jangan hanya di otak, di awang-awang, dan tidak terinternalisasi atau menyatu, sehingga sia-sia,” tutur Isom Yusqi, melalui video conference.
Isom Yusqi berpesan, tim Penyusunan Kurikulum Adaptif Madrasah agar mengidentifikasi kebutuhan siswa-siswi ke depan itu apa?, Esensi Capaian Pembelajaran (CP) yang ingin dicapai dalam konteks kekinian, kedisinian, dan kesekarangan itu apa? Jangan dipelajari beberapa abad lalu, karena tidak nyambung. Harus dikonekkan dengan zaman sekarang, dengan kebutuhan masyarakat, dan kebutuhan hidup zaman sekarang.
“Jangan timbulkan yang kontroversi yang “digoreng-goreng” dalam Mapel keagamaan Madrasah. Misalnya, dulu ada isu Mapel Agama akan dihilangkan. Padahal tidak demikian,” pesannya.
Sementara itu, Kasubdit kurikulum dan evaluasi, Ahmad Hidayatullah dalam pengantarnya menjelaskan, dalam merancang kurikulum ini harus fokus dan mengedepankan rumusan CP dengan tepat agar guru dapat fleksibel dalam menentukan, memperluas, dan membawakan materi pelajaran.
“Agar terjadi ruang inovasi guru, ruang inovasi dalam rangka menyikapi pembelajaran dan kebutuhan-kebutuhan di sekitarnya,” jelasnya.
Dituturkannya, Capaian Pembelajaran (CP) bukan sekedar untuk menguasai materi, tetapi dari aspek-aspek kebuthan kehidupan Abad-21 yang kaitannya dengan keagamaan yakni tafaquh fiddin anak dalam kaitan kompetensi amaliyah di tengah masyarakat yang diterjemahkan guru melalui materi esensial sebagai referensi awal bagi guru.
Sedangkan salah satu peserta, pengawas Kemenag Kota Semarang, Amhal Kaefahmi mengatakan, sangat bangga bisa ikut terlibat dalam penyusun Kurikulum Adaptif Madrasah, khususnya yang terkait dengan capaian pembelajaran di Raudhotul Athfal. (Amhal Kaefahmi)