Semarang – Selasa (12/9/2023), Yayasan Putra Persaudaraan Anak Negeri (Persadani) binaan salah satu Penyuluh Agama Islam Kankemenag Kota Semarang, Syarif Hidayatullah, menggelar Dialog Kebangsaan dan Penguatan Moderasi Beragama bagi pelajar SMA/K Kota Semarang di Hotel Grasia yang berlokasi di Jl. Letjen S. Parman Nomor 29 Semarang.
Syarif menuturkan, Yayasan Persadani beranggotakan mantan pelaku tindak pidana terorisme. “Yayasan Persadani sengaja kami gandeng, karena mereka-mereka ini adalah mantan pelaku yang telah insyaf, sehingga harapannya Yayasan Persadani bisa memberikan pencerahan kepada generasi muda yang menjadi sasaran empuk para oknum yang tidak bertanggungjawab agar tidak terjerumus menjadi teroris,” tuturnya.
“Kali ini, kami menghadirkan Ustadz Hadi Masykur atau yang biasa disapa Hamas, mantan teroris yang berhasil ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88/Antiteror Polri pada tahun 2020 dan telah bebas setelah menjalani pidana terorisme pada 15 September 2022, yang saat ini merupakan Wakil Sekretaris Yayasan Persadani, untuk memberikan tips atau strategi bagaimana mencegah secara dini paham intoleran di kalangan pelajar,” imbuhnya.
Menurut Syarif, Hamas telah mengikrarkan diri setia pada NKRI pada saat masih ditahan, dan sekarang dia aktif dalam berbagai kegiatan bersifat edukasi.
Dalam kesempatan itu, Hamas mengemukan adanya perubahan pola rekrutmen teroris. “Jika dibandingkan tahun 90-an, pola perekrutan anggota berbeda dengan era sekarang. Saat ini mereka menyusup melalui media sosial atau medsos. Jadi teroris itu butuh waktu, tidak mak bedunduk (tiba-tiba muncul),” katanya.
Lebih lanjut, Hamas menerangkan kronologis dirinya bisa terjerumus dalam tindak pidana terorisme. “Saya mulai terpapar sekitar tahun 1992, berawal dari seringnya mengikuti pengajian Minggu pagi yang diadakan oleh mahasiswa, saat itu saya masih duduk di bangku kelas 2 SMP. Seiring berjalannya waktu, pengajian itu makin ekslusif hingga kerap diputarkan konflik di Bosnia dengan narasi kaum muslim dibantai, jika pemuda tidak ambil tindakan tidak menutup kemungkinan nanti peristiwa itu juga akan terjadi di Indonesia. Demikianlah doktrin itu mulai ditanamkan, dan menggerakkan saya untuk mengikutinya,” ujarnya.
“Belakangan baru diketahui ternyata kelompok tersebut keberadaannya sudah dilarang di Indonesia dan bertanggung jawab atas sejumlah aksi pemboman di Indonesia,” sambungnya.
Tak hanya itu, ia juga menceritakan pengalamannya selama menjalani pidana penjara atas aksi brutalnya. “Saat saya ditahan di Rutan Cikeas, ternyata 30 persen narapidana terorisme di sana terpapar karena Syaikh Google alias googling, jadi belajar agama tanpa guru, mereka hanya terikat jaringan internet, di telegram atau whastapp group. Berbeda dengan kami yang dulu memiliki jaringan yang konkrit,” jelasnya di depan 36 peserta yang terdiri dari Ketua OSIS, Sie Rohis, dan guru pendamping dari beberapa SMA/K di Kota Semarang.
“Kalau di internet menemukan yang berbau radikal, tanyakan kepada guru atau seseorang yang mengerti, jangan mudah menshare, tidak semua yang ada di media sosial, di youtube itu betul,” tandasnya.
Selain itu, ia pun mengungkapkan titik balik yang membuatnya sadar. “Rasa bersalah mulai muncul terutama kepada ibu, karena pada saat tergelincir bergabung kelompok JI, hampir 20 tahun mengabaikan keluarga termasuk ibu. Saat ditangkap dan dipenjara itulah perenungan demi perenungan membuat saya mantap meninggalkan paham dan kelompok JI,” ungkapnya.
“Apalagi saat ditangkap, ada seorang jenderal Densus 88 mendatangi saya, saat itu mata saya ditutup. Beliau mengatakan, seorang yang sukses tidak lepas dari ibu, harus berbakti kepada ibu. Ungkapan inilah yang akhirnya menyadarkan saya, bahwa apa yang sudah saya lakukan salah, keliru, dan proses kebebasan saya pun relatif lancar, saya yakin ini tak lepas dari doa ibu,” lanjutnya.
Dia berpesan kepada para pelajar yang hadir untuk bisa belajar mengenai hal-hal itu, agar ke depan bisa menjadi agen-agen perdamaian, menyerukan nilai-nilai toleransi dan moderasi beragama.
Selain Hamas, narasumber lain yang turut hadir dalam Dialog Kebangsaan adalah Kakankemenag Kota Semarang, yang menandaskan, setiap agama mengajarkan kedamaian.(sy/NBA)