Semarang, Dunia pendidikan harus waspada dengan ancaman dari musuh kasat mata learning loss yang cukup menghantam berat bagi para pendidik dan peserta didik pasca pandemi Covid-19. Apalagi di sisi Pendidikan Agama Islam (PAI) yang minim sekali perhatian di era yang semakin digempur dengan kecanggihan dan globalisasi.
Learning loss sendiri menurut The Glossary of Education Reform (https://edglossary.org/) diartikan sebagai kehilangan atau keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang merujuk pada progres akademis, umumnya terjadi karena kesenjangan yang berkepanjangan atau diskontinuitas dalam pendidikan. Jika kemampuan numerasi dan literasi dijadikan pemerintah sebagai indikator adanya learning loss, tentu tidak ada salahnya jika menjadikan kemampuan membaca Alquran sebagai patokan adanya learning loss dalam Pendidikan Agama Islam.
Generasi Z dan Alpha yang dikenal juga sebagai anak-anak millennium, merupakan generasi yang lahir pada era kecanggihan teknologi yang lebih gandrung akan gawai, game, dan sosial media dari pada Alquran. Ditambah dengan kondisi lingkungan yang tidak support dalam ranah spiritualnya, menjadikan generasi ini hidup dalam bayang-bayang hedonisme. Lebih memilukannya lagi, dari generasi tersebut masih diketemukan khususnya anak-anak yang berada di tingkat Sekolah Dasar, yang sama sekali tidak mengenal huruf-huruf yang menjadi penyusun kitab suci Alquran, yakni huruf hijaiyah.
Demikian disampaikan oleh H.M. Faojin selaku Pengawas PAI Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota Semarang kepada Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) Semarang Utara, pada saat melakukan monitoring di wilayah setempat, Senin (21/11/2022).
“Berawal dari kondisi yang demikian, khususnya di sekolah–sekolah wilayah Kecamatan Semarang Utara, kami sangat mendukung Program Berantas Buta Aksara Alquran untuk Sekolah Dasar yang dicanangkan oleh GPAI dibawah naungan Kelompok Kerja Guru (KKG) PAI Kecamatan Semarang Utara, bergerak bersama dengan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Semarang Utara,” tuturnya.
“Dengan program ini, kami berharap nantinya anak-anak kita mampu membaca Alquran dengan lancar dan sesuai kaidah, serta bisa menjadi amal jariyah buat panjengan semua,” tandasnya.
Pada bagian selanjutnya, H.M Faojin mengupas penyusunan dan pengembangan modul ajar PAI yang diharapkan dapat terimplementasikan dalam proses pembelajaran yang disesuaikan dengan masing-masing satuan pendidikan.
“Dalam merdeka mengajar, satuan pendidikan telah diberikan keleluasaan dalam membuat keputusan. Pendidik tidak hanya monoton dan terpaku pada pakem materi yang sudah ada, namun bisa memilih mana yang paling tepat dan sesuai dengan kesiapan dan kemampuan guru, serta kondisi peserta didik di lapangan. Hal ini dinilai lebih efektif apabila memenuhi kebutuhan tersebut dengan optimal,” pungkasnya. (Faojin.NBA)